Friday, November 15, 2013

Menikmati Perjuangan

Menikmati perjuangan, dengan segala pernak-perniknya. Masih teringat kala awal membuka online shop sekitar 3 tahun lalu. Malam-malam ketika pulang mengambil barang dari supplier, kami dihadang hujan lebat di tengah jalan. Mau tak mau, perjalanan harus dihentikan karena si kuda besi yang kami tunggangi, tak bisa melindungi diri dan barang bawaan kami dari guyuran air. Kenapa malam hari? Karena pagi sampai sore, suami tercinta harus menjalankan tugasnya sebagai abdi negara. Sementara saya, tak mungkin pergi sendirian, karena buta jalan *tampaknya saya harus membenarkan teori dari buku "why men don't listen & women can not read maps", haha..



Dan kini, cerita di atas terulang kembali. Bedanya, settingan ceritanya siang hari menjelang sore. Partner di kendaraan juga bukan suami, melainkan adik dan anak. Lho kok? Iya, karena perjalanan dari rumah ke toko siang ini terpaksa dihentikan sesaat mengingat hujan yang semakin lebat. Andai juragan cilik ga ikut, mungkin sudah langsung diterobos. Tapi karena hujan tampaknya tak akan mereda dalam waktu dekat, malah besar kemungkinan bertambah lebat, sementara tempat berteduh kami tak cukup besar untuk memungkinkan untuk menahan terpaan angin dan hujan, jadi menerobos tampaknya adalah jalan terbaik. Nekat sih, karena kami hanya punya 2 jas hujan, otomatis saya harus berbagi jas hujan dengan daffa, anak saya. Jadi lah bagian tubuh kami yang terlindungi hanya bagian atas saja. Hasilnya sudah bisa ditebak, pakaian bawah saya basah kuyup, sebagian pakaian atas juga terkena limpahan hujan karena anginnya yang lumayan kencang. Begitu pun dengan pakaian daffa

Ah, mendadak saya diterpa perasaan bersalah. Seharusnya tadi saya tak perlu mengajak daffa ke toko. Jika pun dia memaksa, harusnya saya bisa membujuknya atau bahkan membiarkan dia menangis sebentar, ketimbang harus berhujan-hujanan seperti ini. Maaf ya nak, andai ada si roda empat, mungkin kejadian ini ga bakal terjadi *eh ga boleh berandai-andai ya?. Hitung-hitung mengajarkan arti bekerja keras ke anak, bahwa tak ada kesuksesan yang bisa diraih dengan mudah *kecuali kalau kita terlahir dari keluarga milyuner mungkin ya. Meski harus berpeluh keringat dan kuyup kehujanan, perjuangan mencari senampan berlian harus terus dilanjutkan *yg ini asli lebay, hehe..

Note: ilustrasi gambar didapat dari hasil googling

Thursday, November 7, 2013

Seller dan Buyer Online

Fenomena menjamurnya Online Seller di Indonesia. Buktinya? Lihat saja beranda FB anda, berapa banyak akun yang awalnya hanya untuk pribadi atau pemakaian personal lantas berubah menjadi akun bisnis, dengan adanya foto-foto produk yang dipajang? Atau jalan-jalan saja ke beberape situs penyedia jasa iklan gratisan, iseng saja ketik beberapa kata kunci, dan taraaa.. Hasilnya ga hanya ada satu.

Ya, kemudahan menjalankan bisnis online & testimoni dari beberapa pemain besar atau pemain kecil yang mulai merangkak besar tampaknya cukup menjadi magnet berdaya tarik besar untuk banyak orang, khususnya di kalangan perempuan. Ga sedikit online shop yang dijalankan dari rumah oleh para ibu rumah tangga. Karena "hanya" dengan bermodalkan koneksi internet & koneksi ke beberapa orang yang bisa mensupply produk tertentu secara kontinyu, online shop sudah bisa dioperasikan. Dan rata-rata, sebagian besar memulainya dari akun FB pribadi.






Fenomena ini memunculkan tanda tanya besar di benak sebagian orang, "jika semua orang beramai-ramai alih profesi sebagai penjual, lantas siapa nanti yang jadi pembelinya?". Pertanyaan sekaligus kekhawatiran yang wajar, mengingat jika jumlah penjual semakin banyak, otomatis barang yang beredar di pasaran kuantitinya juga bertambah, sementara tingkat permintaan konsumen tetap sama, hal ini bisa mencetuskan sesuatu yang disebut sebagai perang harga. Penjual ramai-ramai bersaing untuk memberikan harga yang paling murah demi menarik minat pembeli.

Tapi, apa iya selalu seperti itu? Karena sejatinya para online seller juga adalah online buyer. Serius? Iyaaa.. Saya contohnya. Meski status saya sebagai seller mainan & perlengkapan anak, tak jarang saya tetap berbelanja perlengkapan anak di OS lain, terutama yang sedang mengadakan sale atau diskon, hehe.. naluri seorang ibu ya? Selalu suka dengan barang murah tapi kualitasnya bagus. Jika untuk barang dengan jenis sama saja, saya masih berbelanja di OS lain, apalagi dengan jenis barang yang berbeda? Pakaian dewasa (dalam hal ini gamis) misalnya, saya lebih suka berbelanja di online ketimbang ubek-ubek pasar atau mall offline. Yaaa meski sama-sama jarang menemukan ukuran yang sesuai, saya tetap lebih suka dengan aktivitas belanja online, karena beberapa alasan:
1. Sellernya sudah saya kenal, jadi lebih enak kalau harus konsultasi seputar bahan, ukuran, model, dll
2. Harga bisa nego, hehe.. Kalau belanjanya di teman sendiri, kadang ada yang langsung menawarkan harga diskon tanpa diminta
3. Ga perlu capek-capek keluar rumah atau pusing-pusing keliling toko demi toko demi mendapatkan model yang diinginkan
4. Ga ada cost lebih yang harus saya keluarkan. Bandingkan jika saya berbelanja offline sambil membawa anak, biasanya ada biaya makan, minum, main, dll. Lebih boros kan jatuhnya?

Jadi, bagaimana? Tertarik untuk mencoba membuka toko online juga? Atau masih tetap ingin sebagai buyer saja? Silahkan tentukan pilihan anda sekarang. Jika anda membutuhkan mainan atau perlengkapan anak, setidaknya anda sudah tau salah satu alternatif toko online-nya kan? Hehe.. Ini namanya UUN alias ujung-ujungnya ngiklan.

 note: foto ilustrasi diambil dari google image

Friday, November 1, 2013

Kerasukan Jin Baking

Keranjingan baking. Ya, beberapa hari ini saya mendadak punya semangat tinggi untuk nguplek di dapur bikin cemilan untuk orang rumah. Lho emang biasanya gimana? Hehe.. biasanya mah cemilan-cemilan itu saya beli di minimarket deket rumah. Salah satu efek negatif tinggal di lokasi yang berdekatan dengan minimarket ya begini ini nih, jadi terlalu mengandalkan. Tiap kali stok cemilan di rumah habis atau isi kulkas kosong, buru-buru ngabur ke minimarket. Kalo sudah habis, ya ngibrit lagi. Selaluuuu seperti itu siklusnya. Dan berhubung orang rumah tergolong doyan ngemil, jadi lah saya harus selalu nyetok cemilan di rumah (kalo dihitung-hitung, lumayan juga anggaran untuk beli cemilan jadi).

Hingga suatu ketika, entah dapet wangsit dari mana, tiba-tiba saja saya pengeeeeen banget nge-baking lagi. Kayaknya sih gara-gara gabung di grup FB yang isinya ibu-ibu pintar memasak, jadi tertarik untuk praktek sendiri. Saking semangatnya, sampe-sampe beberapa orang teman bilang saya "kerasukan jin" baking, haha.. Dan semangat tinggi saya ternyata bukan hanya di soal praktek baking saja, tapi juga praktek memotret makanan. Nah disini lah letak masalahnya. Saya ini ga pernah belajar secara khusus untuk megang kamera. Selama ini cuma coba-coba dan asal jepret aja. Jadi ya hasilnya so so gitu deh. Kalo lagi bagus, ya lumayaaan.. Kalo lagi jelek, ya ancur, hihi.. Ssstt... Portofolio *jiah, keren amat bahasanya ya?* memotret saya bisa dilihat di foto-foto dagangan saya di blog atau di fanpage. Biasanya hasil potret sendiri itu yang saya bubuhkan watermark, kalo yang polosan biasanya itu foto katalog.

Food Photography, ini lah tantangan besarnya untuk saya. Gimana caranya bisa menyuguhkan foto yang cantik dengan editan software pengolah foto seminimal mungkin. Kalo soal resep, ehm.. ada yang bisa diakal-akalin lah ya.. Selama rasanya enak, meski bentuknya agak ga jelas, masih bisa dimakan, hehe.. Tapi kalo soal foto kan susyaaaah.. Apalagi untuk seorang yang gagap kamera kayak saya. Ah, nekat saja lah. Kata tetangga sebelah "you'll never know the result until you try" *tetangga sebelah mana coba? haha..*. Maka, berbekal ilmu nekat dan sedikit kepedean, saya pun terus melenggang maju, jeprat-jepret mencoba mencari angle yang pas dengan memanfaatkan kemurahan hati dari cahaya sang matahari pagi, serta ga lupa ngubek-ngubek isi lemari perabot buat nyari properti yang cocok. Well, jadi juga deh tuh beberapa fotonya.

Kesimpulannya? Motret makanan itu S to the U to the S to the A to the H *huft, lap keringet*. Untuk satu makanan saja, saya harus memotret sampe lebih dari 10 kali. Itu puuuun hasilnya ada yang masih kurang pas menurut saya. Tapi males kalo harus diulang lagi, selain karena emang makanannya juga dah ga ada, hehe.. Soalnya biasanya bakingnya itu malem-malem, trus sesi potret biasanya di atas jam 9 pagi. Jeda waktu dari selesai baking sampe jam 9 pagi itu kan panjang ya, ditambah orang rumah yang doyan banget cemal-cemil, bikin si kue jadi ga utuh lagi bentuknya.

Akhirnyaaaa... Plis plis plis harap dimaklumi kalo poto-potonya ga cakep-cakep amat ya. Kalo mau kasih saran, masukan, boleeeeh banget. Apalagi kalo mau kasih info tutorial food photography yang gampang dimengerti ma amatiran kayak saya *maunya, hehe..*


*ini salah satu foto yang diambil seadanya banget, cuma pake kamera hp, malem-malem pula. ga menarik ya? hihihi..*

Protes si Bujang

Seperti biasa, emaknya butuh model untuk foto salah satu barang dagangan di etalaseanak. Sebenernya sih difoto di hanger atau manekin juga bisa. Cuma berhubung foto di hanger hasilnya ga bagus dan ga bisa foto manekin karena si manekin semuanya ditaruh di toko, jadi lah emaknya kudu nyari model. Daripada repot-repot minjem anak tetangga, kan mending ngebujuk anak sendiri, ya ga ya ga? Alhamdulillah si bujang alias cah lanang mau. Meski dia sedikit ga sabaran pas disuruh berpose, tapi akhirnya sesi pemotretan selesai juga.

Nah saatnya edit-edit foto. Setelah dipikir-pikir, saya memutuskan untuk meng-edit bagian wajahnya. Apa pasal? Ini dia fotonya


Sudah tau apa alasannya? Yak, karenaaaaa jas hujan yang dia pake itu karakternya hello kitty sodara-sodarah, haha.. Masa anak saya yang ganteng make jas hujan pinky berkarakter boneka berpita gituh? Apa kata dunia nanti? Tapiiiii.. Tindakan saya ini justru diprotes

"bundaaaaa... kok itu muka daffa ditutupin gitu? jangan dooong, kan jadi jeleeeek.. ga usah ditutupin ajaaaa"

Hah? Gubrak $%**)((+_)+_*^%%##@#!" dan saya pun ngakak dengan sukses. Duh le.. le.. mosok emakmu disuruh upload fotomu yang polosan itu? bisa-bisa diprotes orang sedumay nanti...

Thursday, October 31, 2013

Mengenal Rasa Lapar

"Apa emam.. Apa emam..".
"Mandi dulu ya, abis itu nanti baru makan."
"Apa emaaam..."
"Iya, tp mandi dulu baru makan."
"Emaaam..."

Demikian sepenggal percapakan kami di suatu pagi. Rutinitas daffa tiap pagi yg biasanya mandi baru sarapan (buah) hari itu terpaksa dirubah, makan dulu baru mandi. Ah, rupanya lelaki kecilku dah mulai kenal dengan yang namanya rasa lapar, hingga saat lapar melanda, dia tak lagi bisa dibujuk untuk melakukan hal lain. Dan benar saja, setengah bagian pir sebesar kepalan tanganku + 2 buah pisang lampung yg dipuree habis tak bersisa dilahapnya, Alhamdulillah...

Lesson learned: Ternyata memperkenalkan rasa lapar pada anak memang diperlukan. Saat anak menutup mulut rapat-rapat tiap kali disodorkan makanan atau saat dia menggeleng-gelengkan kepala tanda menolak tiap kali jam makan tiba, tinggalkan saja, jangan pernah memaksa. Saat alarm tubuhnya berbunyi & otak menerima sinyal bahaw tubuh butuh asupan makanan, dengan sendirinya dia akan makan apapun yang ada di hadapannya, dengan catatan: jangan pernah menggantikan sesi makan dengan minum susu. Kenapa? karena susu bisa membuat anak kenyang tanpa harus repot-repot  mengunyah. Yang terjadi kemudian adalah anak akan merekam dalam memorinya, bahwa jika dengan minum susu kebutuhan laparnya sudah terpenuhi, kenapa pula dia harus merepotkan dirinya dengan membuka mulut lebar-lebar & menggerakkan rahangnya untuk mengunyah makanan dengan beragam tekstur? Padahal tujuan dari aktivitas makan bukan hanya sekedar kenyang, tapi juga bagaimana anak belajar aneka tekstur, warna & rasa makanan, serta mengajarkan anak untuk mengunyah yang notabene penting untuk pertumbuhan gigi & rahangnya serta membantu pengeluaran kotoran telinga secara otomatis. Eh iya loh, kalau anak makan dengan benar, tak perlu lah kita direpotkan dengan membuang kotoran di telinga anak bagian dalam, meski secara estetika kurang nyaman dipandang mata, karena gerakan mengunyah itu secara otomatis akan mendorong kotoran telinga untuk bergerak ke arah luar (cuping telinga) hingga lebih mudah dibersihkan. Subhanallah ya? Allah sudah mengatur mekanisme ini sedemikian sempurnanya.Jadi? Jangan takut memperkenalkan rasa lapar pada anak, karena anak yang normal tak akan pernah membiarkan dirinya kelaparan. Insting manusianya akan mendorong dia secara sadar untuk mencari sesuatu yang bisa dikonsumsi. Trust me *nggaya, hehe..



Curhat Part 1

Memulai kembali menulis blog, setelah vakuum selama beberapa tahun sejak fitur blog di web multiply dihapuskan dan akhirnya berujung pada penutupan multiply untuk selamanya. Dan ternyata ga mudah, memaksakan diri untuk kembali menulis. Jangankan menulis artikel, menulis curhatan saja butuh waktu lama karena sulit rasanya menemukan padanan kata yang pas dengan apa yang dirasakan. Parah ya? Masa nulis curhat aja susah, gimana kalo disuruh nulis karya ilmiah? Oh nooo.. Bisa-bisa begadangan tiap malem saya.



Jadi dipilihlah nama celotehan bebas untuk nama blog ini. Awalnya sih mau celotehbebas, tapi apalah daya, nama itu sudah dimiliki orang lain, jadi setelah dipikir-pikir beberapa kali, saya putuskan saja untuk mengganti hurus S dengan hurus Z, toh kalo dilafalkan, keduanya agak mirip ya *maksa dikit, hehe..*. Celoteh beba(s)z saya pilih karena saya pengen blog ini nantinya bisa diisi macem-macem. Mulai dari curhatan pribadi, artikel penting, review kegiatan/seminar, resep kue/masakan, promosi barang dagangan saya, dll. Well, selamat membaca. Semoga tulisan saya ga parah-parah amat, jadi bisa dinikmati isinya, hehe..